Sabtu, 18 Februari 2012

pengertian rpp

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan telah dijabarkan dalam silabus. Lingkup Rencana Pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu) atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali  pertemuan atau lebih.

pengertian silabus

Pengertian Silabus - Apa Itu Silabus? - Kali ini saya ingin berbagi informasi mengenai Pengertian Silabus. Apa Itu Silabus? ... Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar.
Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian (BSNP, 2006: 14).

Rabu, 15 Februari 2012

model pembelajaran kooperatif

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TYPE STAD DENGAN MEDIA VCD
ABSTRAK
Dalam proses belajar mengajar guru mempunyai tugas untuk memilih model pembelajaran berikut media yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar di kelas terdapat keterkaitan yang erat antara guru, siswa, kurikulum, sarana dan prasarana.

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus dengan subyek penelitian kelas IX B SMP Negeri 1 Banjarangkan semester 1 tahun pelajaran 2008/2009 yang berjumlah 42 orang.
Data keaktifan siswa dikumpulkan dengan pedoman observasi dan data tentang hasil belajar siswa dikumpulkan dengan tes hasil belajar. Selanjutnya data yang terkumpul dianalisisi dengan menggunakan metode deskriptif analisis.
Pelaksanaan tindakan diawali dengan membagi kelas menjadi delapan kelompok, menyampaikan tujuan pembelajaran, menyampaikan materi pembelajaran dengan VCD, kerja kelompok mengerjakan LKS, presentasi kelompok, dan latihan soal-soal.
Hasil Penelitian menunjukkan 1) Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Type STAD dengan VCD (Video Compact Disk) sebagai media pada pembelajaran bangun ruang sisi lengkung dapat meningkatkan keaktifan siswa dan 2) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dari rata-rata 6,68 dan ketuntasan klasikal 70% pada siklus I menjadi rata-rata hasil belajar 7,01 dengan ketuntasan klasikal sebesar 83% pada siklus II.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Penerapan Model Pembelajaran Type STAD dengan VCD (Video Compact Disk) sebagai media pembelajaran untuk meningkatkan aktifitas dan hasil belajar matematika siswa, sehingga model pembelajaran ini dapat dijadikan alternatif pilihan pada pembelajaran matematika.
Kata kunci : Kooperatif,STAD dan VCD

A. Latar Belakang Masalah
Matematika adalah mata pelajaran yang diajarkan mulai dari tingkat SD sampai sekolah tingkat menengah. Sampai saat ini matematika masih dianggap mata pelajaran yang sulit, membosankan, bahkan menakutkan. Anggapan ini mungkin tidak berlebihan selain mempunyai sifat yang abstrak, pemahaman konsep matematika yang baik sangatlah penting karena untuk memahami konsep yang baru diperlukan prasarat pemahaman konsep sebelumnya.
Dalam proses belajar mengajar guru mempunyai tugas untuk memilih model pembelajaran berikut media yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar di kelas terdapat keterkaitan yang erat antara guru, siswa, kurikulum, sarana dan prasarana. Guru mempunyai tugas untuk memilih model dan media pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pendidikan.
Sampai saat ini masih banyak ditemukan kesulitan-kesulitan yang dialami siswa di dalam mempelajari matematika. Salah satu kesulitan itu adalah memahami konsep pada pokok bahasan Bangun ruang sisi lengkung. Akibatnya terjadi banyak kesulitan siswa dalam menjawab soal-soal baik soal-soal ulangan harian, ulangan umum, dan soal-soal UAN yang berhubungan dengan bangun ruang sisi lengkung.
Menurut H.W. Fowler dalam Pandoyo (1997:1) matematika merupakan mata pelajaran yang bersifat abstrak, sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat mengupayakan metode yang tepat sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa. Untuk itu diperlukan model dan media pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mencapai kompetensi dasar dan indikator pembelajaran.
Menurut Sobel dan Maletsky dalam bukunya Mengajar Matematika (2001:1-2) banyak sekali guru matematika yang menggunakan waktu pelajaran dengan kegiatan membahas tugas-tugas, lalu memberi pelajaran baru, memberi tugas kepada siswa. Pembelajaran seperti di atas yang rutin dilakukan hampir tiap hari dapat dikategorikan sebagai 3M, yaitu membosankan, membahayakan dan merusak seluruh minat siswa. Apabila pembelajaran seperti ini terus dilaksanakan maka kompetensi dasar dan indikator pembelajaran tidak akan dapat tercapai secara maksimal.Selain itu pemilihan media yang tepat juga sangat memberikan peranan dalam pembelajaran.
Selama ini media pembelajaran yang dipakai adalah alat peraga yang terbuat dari tripleks-tripleks. Tetapi seiring dengan berkembangnya teknologi, media pembelajaran tersebut kurang menarik perhatian dan minat siswa. Untuk itu diperlukan suatu media pembelajaran yang dapat lebih menarik perhatian dan minat siswa tanpa mengurangi fungsi media pembelajaran secara umum.
Berdasarkan uraian di atas perlu kiranya dikembangkan suatu tindakan yang dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa berupa penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan media VCD untuk memberikan kesempatan kepada siswa dalam mengemukakan gagasan-gagasan terhadap pemecahan suatu masalah dalam kelompoknya masing-masing.
Pemilihan media pembelajaran dengan menggunakan VCD dikarenakan akhir-akhir ini di lingkungan akademis atau pendidikan penggunaan media pembelajaran yang berbentuk VCD bukan merupakan hal yang baru lagi. Penggunaan media pembelajaran matematika yang berbentuk VCD memungkinkan digunakan dalam berbagai keadaan tempat, baik di sekolah maupun di rumah; serta yang paling utama adalah dapat memenuhi nilai atau fungsi media pembelajaran secara umum.
Berdasarkan uraian diatas ,maka judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah "Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif type STAD dengan media Video Compact Disk untuk meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Banjarangkan "

B. Rumusan Masalah
Dari Latar Belakang Masalah dapat Rumusan Masalah yang diangkat adalah :
1. Apakah Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dengan Media VCD dapat meningkatkan aktifitas belajar Matematika Siswa SMP Negeri 1 Banjarangkan.
2. Apakah Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dengan Media VCD dapat meningkatkan Prestasi belajar Matematika Siswa SMP Negeri 1 Banjarangkan.

C. Kajian Teori dan Pustaka
1. Teori Belajar Matematika
Menurut J. Bruner dalam Hidayat (2004:8) belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya. Pengetahuan perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) manusia yang mempelajarinya. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar mengajar terjadi secara optimal) jika pengetahuan itu dipelajari dalam tahap-tahap sebagai berikut: a) Tahap Enaktif , suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda konkret atau situasi yang nyata, b) Tahap Ikonik, suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar atau diagram yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif, c) Tahap Simbolik , suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak, baik symbol-simbol verbal (misalkan huruf-huruf, kata-kata atau kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika maupun lambang-lambang abstrak lainnya (Hidayat, 2004:9).
Suatu proses belajar akan berlangsung secara optimal jika pembelajaran diawali dengan tahap enaktif, dan kemudian jika tahap belajar yang pertama ini dirasa cukup, siswa beralih ke tahap belajar yang kedua, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi ikonik. Selanjutnya kegiatan belajar itu dilanjutkan pada tahap ketiga, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi simbolik. Contoh nyata untuk anak SMP kelas sembilan yang sedang mempelajari tentang Kesebangunan Bangun Datar, pada tahap enaktif anak diberikan contoh tentang benda benda di sekitarnya yang bentuknya sebangun dan ditunujukkan panjang sisi-sisinya. Kemudian mengajak siswa-siswa untuk mengukur panjang sisi-sisi dari bangun-bangun tersebut . Selanjutnya pada tahap ikonik siswa dapat diberikan penjelasan tentang perbandinan dari sisi-sisi yang bersesuaian dari dua bangun sebangun dengan menggunakan gambar dan model dua bangun yang sebangun selanjutnya pada tahap simbolik siswa dibimbing untuk dapat mendefinisikan secara simbolik tentang kesebangunan, baik dengan lambang-lambang verbal maupun dengan lambang-lambang matematika.
2. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa (Suyitno, 2004:1).
Agar tujuan pengajaran dapat tercapai, guru harus mampu mengorganisir semua komponen sedemikian rupa sehingga antara komponen yang satu dengan lainnya dapat berinteraksi secara harmonis (Suhito, 2000:12).Salah satu komponen dalam pembelajaran adalah pemanfaatan berbagai macam strategi dan metode pembelajaran secara dinamis dan fleksibel sesuai dengan materi, siswa dan konteks pembelajaran (Depdiknas, 2003:1). Sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat memilih model pembelajaran serta media yang cocok dengan materi atau bahan ajaran.
Dalam pembelajaran matematika salah satu upaya yang dilakukan oleh guru adalah dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD karena dengan menggunakan model pembelajaran ini dapat terjadi proses saling membantu diantara anggota-anggota kelompok untuk memahami konsep-konsep matematika dan memecahkan masalah matematika dengan kelompoknya.
Sedangkan penggunaan media dalam pembelajaran matematika sangat menunjang, karena dengan menggunakan media pembelajaran siswa lebih mudah memahami konsep matematika yang abstrak.
Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk Sekolah Menengah Pertama (Depdiknas, 2003:8) menyatakan bahwa potensi siswa harus dapat dikembangkan secara optimal dan di dalam proses belajar matematika siswa dituntut untuk mampu; a) Melakukan kegiatan penelusuran pola dan hubungan; b) Mengembangkan kreatifitas dengan imajinasi, intuisi dan penemuannya; c) Melakukan kegiatan pemecahan masalah; d) Mengkomunikasikan pemikiran matematisnya kepada orang lain.
Untuk mencapai kemampuan tersebut perlu dikembangkannya proses belajar matematika yang menyenangkan, memperhatikan keinginan siswa, membangun pengetahuan dari apa yang diketahui siswa, menciptakan suasana kelas yang mendukung kegiatan belajar, memberikan kegiatan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, memberikan kegiatan yang menantang, memberikan kegiatan yang memberi harapan keberhasilan, menghargai setiap pencapaian siswa (Depdiknas, 2003:5).
Selain itu di dalam mempelajari matematika siswa memerlukan konteks dan situasi yang berbeda-beda sehingga diperlukan usaha guru untuk: 1) menyediakan dan menggunakan berbagai alat peraga atau media pembelajaran yang menarik perhatian siswa; 2) memberikan kesempatan belajar matematika di berbagai tempat dan keadaan; 3)memberikan kesempatan menggunakan metematika untuk berbagai keperluan; 4) mengembangkan sikap menggunakan matematika sebagai alat untuk memecahkan matematika baik di sekolah maupun di rumah; 5) menghargai sumbangan tradisi, budaya dan seni di dalam pengembangan matematika; 6) membantu siswa menilai sendiri kegiatan matematikanya. (Depdiknas, 2003:6)
Dari kurikulum di atas dapat dikatakan bahwa guru dalam melakukan pembelajaran matematika harus bisa membuat situasi yang menyenangkan, memberikan alternatif penggunaan alat peraga atau media pembelajaran yang bisa digunakan pada berbagai tempat dan keadaan, baik di sekolah maupun di rumah.
3. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari lima tahapan utama sebagai berikut; a) Presentasi kelas. Materi pelajaran dipresentasikan oleh guru dengan menggunakan metode pembelajaran. Siswa mengikuti presentasi guru dengan seksama sebagai persiapan untuk mengikuti tes berikutnya. b) Kerja kelompok. Kelompok terdiri dari 4-5 orang. Dalam kegiatan kelompok ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan masalah yang dihadapi, membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi. Kelompok diharapkan bekerja sama dengan sebaik-baiknya dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran, c) Tes. Setelah kegiatan presentasi guru dan kegiatan kelompok, siswa diberikan tes secara individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling membantu, d) Peningkatan skor individu. Setiap anggota kelompok diharapkan mencapai skor tes yang tinggi karena skor ini akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan skor rata-rata kelompok, e) Penghargaan kolompok. Kelompok yang mencapai rata-rata skor tertinggi, diberikan pengghargaan.
Dengan pemilihan metode yang tepat dan menarik bagi siswa, seperti halnya pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat memaksimalkan proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
4. Media Pembelajaran
Media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan.Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar, dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media. Bentuk-bentuk stimulus bisa dipergunakan sebagai media diantaranya adalah hubungan atau interaksi manusia; realia; gambar bergerak atau tidak; tulisan dan suara yang direkam. Kelima bentuk stimulus ini akan membantu pembelajar untuk memahami apa yang disampaaikan guru. Namun demikian masalah yang timbul tidak semudah yang dibayangkan. Pengajar adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk merealisasikan kelima bentuk stimulus tersebut dalam bentuk pembelajaran.
Media pembelajaran yang baik harus memenuhi beberapa syarat. Media pembelajaran harus meningkatkan motivasi pembelajar. Penggunaan media mempunyai tujuan memberikan motivasi kepada pembelajar. Selain itu media juga harus merangsang pembelajar mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan belajar baru. Media yang baik juga akan mengaktifkan pembelajar dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga mendorong siswa untuk melakukan praktek-praktek dengan benar. Terdapat berbagai jenis media belajar (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/), diantaranya ; a) Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik, b) Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya, c) Projected still media : slide; over head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya, d) Projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya.
Ada beberapa kriteria untuk menilai keefektifan sebuah media. Hubbard mengusulkan sembilan kriteria untuk menilainya. Kreteria pertamanya adalah biaya. Biaya memang harus dinilai dengan hasil yang akan dicapai dengan penggunaan media itu. Kriteria lainnya adalah ketersedian fasilitas pendukung seperti listrik, kecocokan dengan ukuran kelas, keringkasan, kemampuan untuk dirubah, waktu dan tenaga penyiapan, pengaruh yang ditimbulkan, kerumitan dan yang terakhir adalah kegunaan. Semakin banyak tujuan pembelajaran yang bisa dibantu dengan sebuah media semakin baiklah media itu. Kriteria di atas lebih diperuntukkan bagi media konvensional. Thorn mengajukan enam kriteria untuk menilai multimedia interaktif. Kriteria penilaian yang pertama adalah kemudahan navigasi. Sebuah program harus dirancang sesederhana mungkin. Kriteria yang kedua adalah kandungan kognisi, kriteria yang lainnya adalah pengetahuan dan presentasi informasi. Kedua kriteria ini adalah untuk menilai isi dari program itu sendiri, apakah program telah memenuhi kebutuhan pembelajaran, sipembelajar atau belum. Kriteria keempat adalah integrasi media di mana media harus mengintegrasikan aspek dan ketrampilan yang harus dipelajari. Untuk menarik minat pembelajar program harus mempunyai tampilan yang artistik maka, estetika juga merupakan sebuah kriteria. Kriteria penilaian yang terakhir adalah fungsi secara keseluruhan. Program yang dikembangkan harus memberikan pembelajaran yang diinginkan oleh pembelajar. Sehingga pada waktu seorang selesai menjalankan sebuah program dia akan merasa telah belajar sesuatu.
5. Media Pembelajaran Matematika
Menurut H.W. Fowler (Suyitno, 2000:1) matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang bilangan dan ruang yang bersifat abstrak. Sehingga untuk menunjang kelancaran pembelajaran disamping pemilihan metode yang tepat juga perlu digunakan suatu media pembelajaran yang sangat berperan dalam membimbing abstraksi siswa (Suyitno, 2000:37).
Adapun nilai atau fungsi khusus media pendidikan matematika antara lain; a) Untuk mengurangi atau menghindari terjadinya salah komunikasi; b) Untuk membangkitkan minat atau motivasi belajar siswa; c) Untuk membuat konsep matematika yang abstrak, dapat disajikan dalam bentuk konkret sehingga lebih dapat dipahami, dimengerti dan dapat disajikan sesuai dengan tingkat-tingkat berpikir siswa.(Darhim, 1993:10)
Jadi salah satu fungsi media pembelajaran matematika adalah untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Sedangkan motivasi dapat mengarahkan kegiatan belajar, membesarkan semangat belajar juga menyadarkan siswa tentang proses belajar dan hasil akhir. Sehingga dengan meningkatnya motivasi belajar siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya pula (Dimyati, 1994:78-79).
6. Penggunaan VCD (Video Compact Disc) dalam Pembelajaran Matematika
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, berkembang pula jenis-jenis media pembelajaran yang lebih menarik dan dapat digunakan baik di sekolah maupun di rumah. Salah satunya adalah media pembelajaran yang berbentuk VCD (Video Compact Disc). Penggunaan VCD (Video Compact Disc) dapat digunakan sebagai alternatif pemilihan media pembelajaran matematika yang cukup mudah untuk dilaksanakan. Hal ini dikarenakan akhir-akhir ini di lingkungan akademis atau pendidikan penggunaan media pembelajaran yang berbentuk VCD bukan merupakan hal yang baru lagi dan dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran baik di sekolah maupun di rumah. Penggunaan media pembelajaran matematika yang berbentuk VCD memungkinkan digunakan di rumah karena VCD player sekarang ini sudah bukan merupakan barang mewah lagi dan dapat ditemukan hampir disetiap rumah siswa.

D. Prosedur Penelitian
1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini diadakan di kelas IX B SMP Negeri 1 Banjarangkan tahun pelajaran 2008/2009 mulai bulan Agustus sampai bulan Oktober 2008
2. Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IXB SMP Negeri 1 Banjarangkan, tahun pelajaran 2008/2009 sebanyak 42 orang. Sedangkan obyeknya adalah kompetensi dasar matematika yang meliputi aspek kognitif dan aktifitas pembelajaran siswa.
3. Variabel-variabel Penelitian
Secara umum ada dua variabel dalam penelitian ini yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Sebagai variabel bebasnya adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan media VCD dalam pembelajaran matematika kelas IX, sedangkan variabel terikatnya adalah prestasi belajar matematika.
4. Prosedur Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang berlangsung selama dua siklus. Rancangan masing-masing siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, evaluasi,dan refleksi (Kemmis dan Taggart,1998).
Adapun kreteria keberhasilan untuk setiap siklus adalah jika seluruh subyek penelitian; a ) dapat memahami materi yang sedang dipelajari, b) dapat menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan materi yang dipelajari, c) senang dan aktif mengikuti pembelajaran, d) memperoleh skor pada tes akhir tindakan minimal 60
6. Metoda Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, prosedur yang digunakan untuk pengumpulan data adalah sebagai berikut ; a) tes pada setiap akhir tindakan, dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari setelah pemberian tindakan. Tes yang diberikan dalam bentuk uraian, karena peneliti ingin mengetahui proses jawaban siswa secara rinci, b) Observasi ; Observasi dilakukan untuk mengamati aktifitas siswa selama kegiatan penelitian, sebagai upaya untuk mengetahui adanya kesesuaian antara perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, dan untuk mengetahui sejauh mana tindakan dapat menghasilkan perubahan yang dikehendaki oleh peneliti. Observasi ini dilakukan oleh peneliti selama pelaksanaan tindakan dalam dua siklus.
7. Tehnik Analisa Data dan Kreteria Keberhasilan
Data aspek kognitif siswa dianalisis secara deskriptif yaitu dengan menentukan nilai rata-rata, ketuntasan individual (KI) , dan ketuntasan klasikal (KK), dengan indikator keberhasilan nilai rata-rata mencapai lebih dari atau sama dengan 60 (KKM matematika kelas IX SMP Negeri 1 Banjaragkan) dan ketuntasan klasikal lebih dari atau sama dengan 80%. Analisis data aktivitas belajar siswa dilakukan secara deskriptif. Kriteria penggolongan aktivitas belajar disusun berdasarkan Mean Ideal (MI) dan Standar Deviasi Ideal (SDI) dengan rumus:
MI =  ( skor tertinggi ideal + skor terrendah ideal )
SDI =  ( skor tertinggi ideal - skor terrendah ideal )
Dengan pedoman seperti berikut :
 ≥ MI + 1,5 SDI   Sangat aktif
MI + 0,5 SDI ≤  < MI + 1,5 SDI  Aktif
MI – 0,5 SDI ≤  < MI + 0,5 SDI  Cukup aktif
MI – 1,5 SDI ≤  < MI – 0,5 SDI  Kurang aktif
 < MI – 1,5 SDI  Sangat kurang aktif
Keterangan :  = Skor rata-rata keaktivan siswa
( Nurkencana & Sunartana, 1992 )
Kriteria keaktifan siswa yang diharapkan dalam penelitian ini adalah berkisar 16,65 ≤  < 19,95 (kategori aktif)
E. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Secara sistematik hasil penelitian ini disajikan dalam susunan : (1) Penyusunan program tindakan pembelajaran, (2) Pelaksanaan tindakan pembelajaran, (3) Evaluasi program tindakan pembelajaran dan, (4) Pembahasan.
1. Penyusunan Program Tindakan Pembelajara
Solusi untuk mengatasi masalah penggunaan model pembelajaran kooperatif type STAD dengan bantuan media Video Compact Disk untuk meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Banjarangkan perlu disusun kedalam suatu program tindakan pembelajaran. Penyusunan program tindakan pembelajaran dalam arti luas, berlangsung sejak mulai meneliti Standar Isi, Silabus, sampai meyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).Permasalahan kelas yang perlu diatasi untuk usaha peningkatan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika adalah konsentrasi, pemahaman konsep, dan kreatifitas siswa dalam pembelajaran kurang. Setelah mendapatkan masalah tersebut diatas, dilanjutkan dengan mengidentifikasi faktor penyebab lainnya. Karena melalui pemahaman berbagai kemungkinan penyebab masalah, suatu tindakan dapat dikembangkan. Peneliti menganggap bahwa penyebab masalah adalah kualitas pembelajaran seperti : a) pembelajaran cenderung satu arah, kurang demokratis, b) pembelajaran kurang memanfaatkan alat peraga, membosankan, dan c) di dalam pembelajaran tidak ada bimbingan dari guru terhadap individu maupun kelompok siswa.Perencanaan Solusi Masalah.
Tindakan solusi masalah yang digunakan oleh peneliti, yaitu pembenahan gaya mengajar dengan pemecahan yang akan dikembangkan pada siklus pertama sebagai berikut :
a. Model pembelajaranPembelajaran yang biasanya cenderung satu arah dibenahi menjadi pembelajaran yang melaksanakan model pembelajaran Kooferatif type STAD Penerapan kombinasi pembelajaran ini secara
umum pembelajaran diawali dengan pertemuan klasikal untuk memberikan informasi dasar, penjelasan tentang tugas yang akan dikerjakan, serta hal-hal lain yang dianggap perlu. Setelah pertemuan secara klasikal siswa diberi kesempatan kerja dalam kelompok (penerapan latihan terkontrol), ,kemudian bekerja secara perorangan (penerapan latihan mandiri).
b. Tindakan Pembelajaran
Tindakan pembelajaran dengan model pembelajaran Kooferatif type STAD dengan media VCD untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa adalah sebagai berikut : 1) Memberitahu Standar Kopetensi dan Kopetensi Dasar, inti materi ajar, dan kegiatan yang akan dilakukan. 2) Memberikan LKS sesuai materi ajar. 3) Menyampaikan materi ajar secara sistematis, simpel, dan menggunakan VCD sebagai media pembelajaran yang dapat membantu pemahaman siswa, 4) Mendorong dan membimbing siswa untuk menyampaikan ide, 5) Memberikan tugas baik kelompok maupun individu dengan petunjuk yang jelas dan membimbing proses penyelesaiannya, 6) Merespons setiap pendapat atau perilaku siswa, 7) Membimbing siswa membuat rangkuman materi ajar, 8) Memberikan PR dengan petunjuk langah-langkah pengerjaannya.
2. Pelaksanaan Tindakan Pembelajaran
Pada Siklus I Materi yang diberikan adalah unsur-unsur dan luas bagun ruang sisi lengkung. Model pembelajaran yang digunakan adalah kooferatif type STAD dengan VCD sebgai media. Kelas dibagi menjadi 8 kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari lima siswa. Pengelompokan dilakukan dengan memperhatikan kemampuan siswa, sehingga tiap kelompok terdiri dari siswa yang mempunyai kemampuan diatas, sedang, dan di bawah rata-rata. Peneliti sudah berusaha untuk menghindari kelompok dengan jumlah genap namun keadaan jumlah siswa yang memaksa ada dua kelompok terdiri dari 6 orang siswa. Pembelajaran dilakukan selama 8 jam ( empat kali pertemuan ). Tiga kali pertemuan untuk pelaksanaan tindakan dan sekali pertemuan untuk pelaksanaan tes hasil belajar. Sedangkan observasi keaktifan siswa dilaksanakan selama berlangsungnya proses pembelajaran.
Pada siklus II materi yang diberikan adalah volume bangun ruang sisi lengkung, yang diberikan selama 6 jam (dalam 3 kali pertemuan). Dua kali pertemuan untuk pelaksanaan tindakan dan sekali pertemuan untuk pelaksanaan tes hasil belajar. Pembenahan yang dilakukan pada siklus II melihat dari observasi pada siklus I terdapat antara lain: a) pengulangan–pengulangan tayangan VCD yang dianggap penting, b) pengelompokan siswa diatur ulang disesuai dengan hasil tes siklus I, c) pemberian bimbingan dari guru terhadap kelompok yang kesulitan dalam memecahkan permasalahan, dan d) memotivasi siswa yang tergolong kurang untuk mewakili kelompoknya mempersentasikan kerja kelompoknya.
3. Evaluasi Program Tindakan Kelas
Adapun hasil evaluasi selama Program Tindakan kelas disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :
Tabel 6.Hasil belajar dan Keaktifan siswa
Siklus    Banyak Siswa    Hasil Belajar    Keaktifan
        Ter
tinggi    Ter
rendah    Rata-rata    Ketunt    Rata-rata    Katagori
I    42    10    3    6,68    70%    17.29    Aktif
II    42    10    4    70,01    83%    17.45    Aktif
Peningkatan    -    1    0,33    13%    0,16   

Dari data diatas terlihat rata-rata hasil belajar pada siklus I sebesar 6,68 dimana hasil ini tergolong cukup besar untuk ukuran sekolah kami, dengan ketuntasan 70% dan rata-rata keaktifan 17,29 yang tergolong katagori aktif. Bila dicermati lebih dalam lagi dari 42 siswa di kelas IX B pada siklus I sebanyak 30 orang yang mendapat nilai ≥ 6 atau 70% siswa tuntas, dan satu oarang siswa mendapat nilai 10, dengan nilai terendah 3 diperoleh oleh 4 orang siswa.
Pada Siklus II hasil belajar yang diperoleh seperti terlihat dari tabel diatas , rata-rata prestasi belajar siswa adalah 7,01 dengan ketuntasan 83%, rata-rata keaktifan 17,45 katagori aktif. Bila dibandingkan dengan hasil pada siklus I terdapat beberapan kenaikan yang cukup memuaskan seperti, untuk nilai tertinggi 10 pada siklus I hanya diperoleh oleh 1 orang siswa sedangkan pada siklus II diperoleh oleh 5 orang, begitu pula terjadi peningkatan pada nilai terendah dari 3 menjadi 4, rata-rata hasil belajar terjadi kenaikan sebesar 0,33 ketuntasan naik 13% , dan rata-rata keaktifan naik 0,16
4. Pembahasan
Hasil dialog awal dan diskusi dengan sesama guru matematika SMPN 1 Banjarangkan tentang keadaan siswa baik ditinjau dari hasil belajar dan motivasi siswa dalam belajar matematika yang cenderung menurun, memberikan dorongan kepada peneliti untuk melakukan pembelajaran yang memudahkan siswa belajar (efektif). Bantuan dan dorongan dari sesama guru matematika ditunjukkan oleh dengan memberikan masukan yang natinya sangat berguna dalam penelitian ini, bantuan juga diberikan dalam bentuk kesediaan dari guru yang untuk membantu menyediakan sarana yang diperlukan pada pelaksanaan tindakan baik siklus I maupun pada siklus II. Dari hasil diskusi dan berbagai masukan dari sesama guru matematika dan atas saran dan arahan Kepala Sekolah, peneliti menetapkan menerapkan tindakan berupa penerapan model pembelajaran kooferatif Type STAD dengan media VCD untuk meningkatkan hasil belajar matematika siaswa. Penelitian tindakan ini dilakukan dalam dua siklus. Pada akhir tiap siklus dilaksanakan tes prestasi belajar, sedangkan observasi tentang keaktifan siswa dalam pembelajaran dilakukan selama berlangsungnya pemberian tindakan.
Pada siklus I pengelompokan siswa dilakukan dengan mempertimbangkan hasil ulangan I, dimana setiap kelompok terdiri dari siswa pintar, biasa, dan yang bodoh. Dari delapan kelompok yang terdiri dari 5 sampai 6 orang siswa masih tampak lebih mengutamakan penonjolan individu. Hal ini tampak dari anggota kelompok yang lebih suka mengerjakan kedepan sebelum membantu pemahaman teman sekelompoknya. Untuk mengatasi hal ini peneliti berulang-ulang memberitahukan agar sola-soal yang diberikan dalam LKS didiskusikan lebih dahulu dalam kelompoknya, dan bagi siswa yang kurang paham agar menanyakan kepada teman sekelompoknya.
Pada setiap awal pembelajaran peneliti selalu memberitahukan tujuan pembelajaran, inti materi ajar, dan kegiatan yang dilakukan serta membimbing siswa yang bertujuan untuk membangun hubungan baik dengan siswa. Dari delapan kelompok yang ada tampak satu kelompok yaitu kelompok VIII yang kurang aktif dan kurang serius dalam proses pembelajaran.
Dari hasil tes pada akhir siklus I dan hasil observasi tentang keaktifan siswa selama siklus I diperoleh rata-rata prestasi belajar siswa adalah 6,68 dengan 30 siswa ( 70%) tuntas, 12 siswa (30%) tidak tuntas, dan satu orang mendapat nilai 10. Sedangkan untuk keaktifan siswa rata-ratanya adalah 17,29 dengan katagori aktif. Kesalahan siswa dalam mengerjakan tes sebagian besar karena kurangnya pemahaman konsep dan kesalahan melihat gambar terutama dalam melihat jari-jari dan diameter.
Pada siklus II diadakan beberapa perombakan kelompok, pengelompokan diatur ulang dengan melihat hasil belajar pada siklus I. Diskusi pada siklus II berjalan dengan baik, siswa yang sudah mengerti mau memberi penjelasan kepada anggota kelompok yang belum paham, sedangkan yang belum paham tidak malu-malu untuk bertanya kepada temannya. Bahkan beberapa siswa sudah berani bertanya kepada guru bila ada soal yang belum dapat dikerjakan kelompoknya. Sedangkan untuk mengerjakan ke papan tulis dilakukan dengan menunjuk wakil tiap kelompoknya, penunjukan dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk memberikan kesempatan pada siswa agar lebih berani mengemukakan pendapat. Pada siklus II ini guru lebih banyak memberikan bimbingan pada siswa yang nilainya kurang pada siklus I. Hasil tes prestasi belajar pada siklus II menunjukkan rata-rata kelas 7,01. Ada 35 siswa ( 83% ) tuntas, 5 siswa mendapat nilai 10, dan nilai terendah 4. Sedangkan untuk keaktifan siswa rata-ratanya 17,45 dengan katagori aktif.
Bila dibandingkan dengan siklus I hasil yang diperoleh pada siklus II hampir semua aspek penilaian mengalami peningkatan. Rata-rata kelas mengalami kenaikan dari 6,68 pada siklus I menjadi 7,01 pada siklus II. Untuk pencapaian nilai 10 pada siklus I hanya diperoleh oleh seorang siswa meningkat menjadi 5 orang pada siklus II, begitu pula untuk nilai terendah 3 pada siklus I meningkat menjadi 4 pada siklus II. Ketuntasan mengalami peningkatan dari 30 siswa (70% ) pada siklus I menjadi 37 siswa (83%) pada siklus II. Keaktifan siswa meningkat dari rata-rata 17,29 ( katagori Aktif) pada siklus I menjadi 17,45 ( katagori Aktif).
Dengan demikian penerapan model pembelajaran kooferatif Type STAD dengan media VCD dapat meningkatkan hasil belajar dan meningkatkan aktifitas belajar matematika siswa kelas IX B SMP Negeri 1 Banjarangkan tahun pelajaran 2008/2009.
F. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa temuan dalam penelitian tindakan kelas ini yaitu :
1. Rata-rata skor aktifitas siswa dalam pembelajaran mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus II. Pada siklus I rata-rata skor aktifitas siswa dalam pembelajaran sebesar 17,29 meningkat menjadi 17,45 pada siklus II.
2. Nilai hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai pada siklus II. Peningkatan ini ditunjukkan dengan dengan kenaikan rata-rata nilai hasil belajar sebesar 6,68 pada suklus I menjadi 7,01 pada siklus II. Begitu pula dengan perolehan nilai 10 terjadi peningkatan dari hanya diperoleh oleh seorang siswa pada siklus I menjadi diperoleh sebanyak 5 orang siswa pada siklus II. Untuk nilai terendah pada siklus I sebesar 3 meningkat menjadi 4 pada siklus II.Sedangkan untuk ketuntasan klasikal juga terjadi peningkatan dari 70% pada siklus I menjadi 83% pada siklus II.
Bersarkan temuan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Penerapan Model Pembelajaran Kooferatif Type STAD dengan media VCD pembelajaran dapat meningkatkan Aktifitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IX B SMP Negeri 1 Banjarangkan tahun 2008/2009
G. Saran.
Mengingat hasil yang diperoleh dalam penelitian tindakan kelas ini sangat bagus, maka dapat dikemukakan beberapa saran-saran sebagai berikut :
1. Disarankan kepada sesama guru matematika untuk mencoba model pembelajaran di atas dengan lebih baik, sehingga hasil yang diharapkan juga lebih baik.
2. Untuk meningkatkan mutu dan hasil pembelajaran melalui tindakan kelas, disarankan agar pemberian dana block grant penelitian tindakan kelas dapat dilanjutkan dan ditingkatkan baik jumlah peserta maupun jumlah dana.
H. DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional . 2003. Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Pertama. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Pertama Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Depdiknas.
Depdikbud. 1993. Kurikulum Pendidikan Dasar. Jakarta : Depdikbud.
Dimyati, Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Depdikbud.
Hidayat. 2004. Diktat Kuliah Teori Pembelajaran Matematika. Semarang:FMIPA UNNES.
Munandar, Utami. 1992. Mengembangkan Bakat Dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta:PT Gramedia Widiasarana.

Nurkancana, Wayan & Sunartana. 1992. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya : Usaha Nasional.
Pandoyo. 1992. Strategi Belajar Mengajar. Semarang:IKIP Semarang Press.
Suhito. 1990. Strategi Pembelajaran Matematika. Semarang:FPMIPA IKIP Semarang.
Suyitno Amin, Pandoyo, Hidayah Isti, Suhito, Suparyan. 2000. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I. Semarang:Pendidikan Matematika FMIPA UNNES
Sudirman. 2007. Cerdas Aktif Matematika. Pembelajaran Matematika Untuk SMP. Bandung:Ganeca Exact.

Sudrajat, akhmad. 2008. Jenis-Jenis Media Pembelajaran. http ://akhmadsudrajat. wordpress.com/
Yitnosumarto, Santoyo. 1990. Dasar-Dasar Statistika. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.

pengetahuan

Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna.
Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah pelbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
Pengetahuan adalah informasi yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk menindaki; yang lantas melekat di benak seseorang. Pada umumnya, pengetahuan memiliki kemampuan prediktif terhadap sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola. Manakala informasi dan data sekedar berkemampuan untuk menginformasikan atau bahkan menimbulkan kebingungan, maka pengetahuan berkemampuan untuk mengarahkan tindakan. Ini lah yang disebut potensi untuk menindaki.